BERITA SUMEDANG –
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak pemerintah agar membendung impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang membanjiri pasar dalam negeri.
Sebab, kondisi itu merugikan para pengusaha industri TPT di dalam negeri dari hulu sampai hilir.
“Ekosistem TPT itu sangat penting karena di Indonesia ekosistemnya dari hulu sampai hilir. Jika ekosistemnya rontok, akan sulit untuk bangkit kembali,” ujar Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa.
Ia katakan itu, pada “Perayaan HUT API ke-49” di salah satu resto ternama di Jalan Raya Bandung-Garut, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Selasa, 27 Juni 2023.
Baca juga: Setelah Dilantik, Komite Ekonomi Kreatif Harus Gercep Bekerja
Acara bertema “Kolaborasi Aksi API bersama IKM serta Pemerintah dalam menghadapi turbulensi tantangan TPT”, di antaranya turut hadir Ketua BPD API Jabar Ian Syarif.
Selain itu, Dirjen PEN Kemendag Didi Sumedi, Direktur ITKAK Kemenperin Adi Pandiangan dan Plt Sekretaris Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana.
Lartas cara membendung impor
Menurut Jemmy, guna membendung derasnya impor TPT ke pasar dalam negeri, menteri perindustrian sempat mengatakan caranya dengan segera menerbitkan aturan Lartas (barang larangan dan atau pembatasan-red).
“Dengan Lartas, diharapkan dapat mereduksi (pengurangan atau pembatasan) derasnya impor TPT ke Indonesia. Oleh karena itu, kami minta pemerintah segera menerbitkan Lartas,” ujarnya.
Baca juga: Mengganti Kedelai Impor, Warga Jatigede Ingin Tanam Kacang Koro di Lahan Waduk Jatigede
Hanya saja, dalam penerbitan Lartas, tidak bisa oleh satu kementerian. Akan tetapi, harus oleh lintas beberapa kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
Seperti halnya Kementerian Perindustrian Perdagangan, Keuangan dan Bea Cukai.
“Lartas itu bisa melindungi pengusaha industri dari hulu sampai hilir, seperti halnya IKM (Industri Kecil Menengah),” katanya.
Ia mengatakan, aturan Lartas itu sangat penting untuk membendung berbagai produk impor legal maupun ilegal TPT, membanjiri pasar domestik.
Baca juga: Kontainer Berisi Senjata Ditemukan Bea Cukai Tanpa Ijin Impor, Milik Siapa?
Banjir impor
Berdasarkan data API, kenaikan impor secara volume sebesar 2,16 juta ton atau senilai USD 10 miliar pada tahun 2022. Bahkan laju kenaikan impor produk TPT sejak 2020 sampai 2022, mencapai 40 persen per tahun.
Derasnya impor itu, imbas lemahnya kondisi ekonomi global. Sejumlah negara pengekspor tekstil seperti Tiongkok dan India, berusaha mencari market baru.
“Sasarannya, mereka mencari negara yang trade barier (perlindungannya) lemah, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Begitu pula dengan ekspor TPT yang mengalami penurunan. Penurunan itu terjadi sejak 2022 hingga Maret 2023. Laju penurunannya secara volume sekitar minus 10,78%.
Baca juga: Waduh, Setiap Tahunnya Sumedang Kota Tahu Mesti Memasok Kedelai Impor 5.320 Ton! Ini Ulasannya
“Dampak dari kondisi ini, utilisasi permesinan manufaktur TPT dari hulu sampai hilir mencapai ke level terendah, hingga sekitar 65 persen.
Imbas turunannya, terjadi gelombang rasionalisasi karyawan sejak tahun 2022 sampai awal 2023, sebanyak sekitar 70.000 orang,” kata Jemmy.
Ia menyebutkan, berbagai-produk berupa bahan baku sampai hilir, membanjiri pasar domestik. Bahan baku itu, berasal dari China dengan pangsa pasar sebesar 48 persen. Kemudian Brazil, Australia dan Amerika di kisaran 5 sampai 6 persen
“Begitu pula, berbagai produk pakaian jadi pun membanjiri pasar domestik. Secara volume, pakaian jadi dari China sebesar 66 persen, lalu Bangladesh 8 persen dan Vietnam 6 persen,” tuturnya.
Baca juga: Krisis! Sri Lanka Bangkrut Ini Penyebabnya
Dengan data tersebut, lanjutnya, menunjukkan perlunya perhatian serius dari pemerintah untuk mengontrol laju impor berbagai produk TPT, dari bahan baku sampai garmen jadi. “Upaya itu, agar terjadi keseimbangan kapasitas produk lokal,” ujarnya.
Jemmy menambahkan, keprihatinan yang menyelimuti sektor TPT, terjadi sejak pandemi Covid- 19 yang dampaknya masih terasa sampai sekarang.
Menurunnya order dari mancanegara dan jenuhnya barang impor TPT di pasar domestik, menjadi penyebab mendungnya industri TPT.
“Prihatinnya lagi, gelombang PHK sudah terjadi sejak tahun 2022. Potensi gelombang kedua terjadi di tahun 2023,” ucapnya.***